Senin, 13 April 2015

MEMBANGUN LEARNING TRAJECTORY



MEMBANGUN LEARNING TRAJECTORY
Diriku yang akan dan sedang membangun learning trajectory
Learning trajectory yang pada akhirnya akan menuju kepada Teaching trajectory memiliki 4 dimensi, yaitu dimensi material (menurut konteks dan kontennya), dimensi formal (dokumen resmi),  dimensi normatif, dan dimensi spiritual.
1.       Dimensi spiritual
Dalam dimensi spiritual  dibedakan menjadi 3, yaitu :
a.       Syariat
b.      Hakikat, dan
c.       Makrifat
2.       Dimensi normatif
Dalam dimensi normatif  disini learning trajectory ditinjau dari filsafatnya. Ditinjau dari filsafatnya terdiri dari 3 bagian, yaitu berdasarkan hakikat (makna), metode, dan etik dan estetik
a.       Berdasarkan hakikatnya dibedakan menjadi dua yaitu wadah dan isi. Tiada wadah yang tanpa isi, dan tidak ada isi yang tidak mempunyai wadah. Kadang wadah terlihat kosong padahal berisi, seperti botol terlihat kosong padahal botol tersebut berisi udara. Hakikat learning trajectory dapat dilihat dari teori-teori pendidikan yang ada. Misalnya dilihat dari teori Piaget tentang tingkat perkembangan anak, ditinjau dari teori perkembangan Bruner, yang terdiri dari 3 tahap yaitu, enaktif, ikonik dan simbolik, bisa juga ditinjau dari teori Vygotsky, yaitu tentang ZPD (zone of proximal development) dimana peran guru disini adalah memfasilitasi anak agar dapat mencapai tugas perkembangannya. Dapat digambarkan bahwa jika wadah itu kita anggap sebagai sintak dan isi sebagai kategori, maka yang ada di dalam kedua hal tersebut adalah pengetahuan. Pengetahuan tentang bagaimana siswa berpikir. Dalam kategori di situ digambarkan sejauh mana siswa dapat belajar menurut teori perkembangan Piaget, dalam membelajarkan siswa menggunakan tahap-tahap menurut teori Bruner dan sebagainya. Sedangkan dalam sintak, sintak dapat dibagi dalam beberapa tahap, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, PT, Orang tua. Ditinjau dari berbagai teori belajar yang ada akan didapatkan pengetahuan tentang bagaimana anak PAUD belajar, bagaimana anak TK belajar, bagaimana anak SD belajar, bagaimana anak SMP belajar, bagaimana anak SMA belajar, bagaimana mahasiswa belajar, bagaimana orang tua belajar. Dengan mengetahui tentang bagaimana mereka belajar diharapkan guru dapat menerapkan metode yang tepat dalam membelajarkan mereka. Dengan mengyahui tiingkatan-tingkatan yang ada guru dapat menentukan matematika yang bagaimana yang bisa diterapkan untuk anak  PAUD, TK, SD, SMP, SMA, PT dan orang tua. Untuk hakikat isi, pembelajaran matematika yang dapat diterapkan di Indonesia, terutama di Jawa sesuai dengan falsafah Ki Hadjar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha,  Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Yang artinya bahwa peran guru itu jika di depan memberi contoh, jika di tengah menjadi teman atau partner siswa, dan jika di belakang memberi dorongan atau semangat kepada siswanya.
b.      Metode
Dengan adanya teori-teori belajar yang ada dan kategori-kategori serta tingkatan yang ada dalam pendidikan, diharapkan guru dapat menerapkan metode yang tepat dalam membelajarkan matematika pada setiap tingkat perkembangan dan setiap kategori peserta didiknya. Guru dapat menggunakan bermacam-macam metode mengajar. Misalnya saintifik, problem based learning, realistik, dll. Dengan adanya metode-metode tersebut diharapkan dapat membelajarkan matematika setiap kategori peserta didik dengan tepat. Metode apa yang tepat digunakan untuk membelajarkan matematika pada anak SD sesuai dengan tahap perkembangannya, metode apa yang tepat untuk membelajarkan mmatematika untuk anak SMP dan seterusnya. Semua itu dapat kita dapatkan dengan menggunakan referensi-referensi yang ada.
c.       Etik estetik
Dalam etik estetik ini terdapat paradigma pembelajaran. Paradigma-paradigma yang berlaku di masyarakat, paradigma guru, paradigma sekolah, dll. Semua itu akan mempengaruhhi cara pandang guru dalam membelajarkan matematika kepada anak didiknya. Paradigma-paradigma yang salah harus diluruskan agar menjadi benar. Guru harus mengikuti paradigma yang benar dan mempertahankannya jangan sampai tergoda untuk mengikuti paradigma yang salah dan telah umum digunakan.
Dalam dimensi normatif  dalam learning trajectory ini terdapat buku, makalah, penelitian, jurnal yang kesemuanya itu merupakan referensi bagi guru dalam membelajarkan matematika di SD. Banyak teori-teori belajar yang bisa kita pakai untuk membelajarkan anak didik kita di sekolah. kita bisa menggunakan teori belajar dari Bruner yang terdiri dari 3 tahap, yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Kita bisa melihat bagaimana siswa melalui tahap-tahap itu. Pendekatan pembelajaran yang tepat menurut teori Bruner seperti apa. Denga teori dari Bruner ini kita dapat menerapkan matematika realistik kepada anak SD.  Kita juga bisa menggunakan teori perkembangan Piaget, pada anak umur sekian bagaimana membelajarkan mereka dll. Bagi kita yang guru SD kita jadi mengetahui bahwa pada umur sekian anak SD itu masih berada dalam tahap operasional konkrit yang artinya mereka masih membutuhkan contoh konkrit atau nyata dalam pembelajaran. Juga masih ada lagi teori dari Vygotsky dengan ZPD nya dan masih banyak lagi. Semua referensi itu akan membuat kita sebagai guru menjadi kaya akan pengetahuan dan pengalaman untuk kemudian kita terapkan di dalam pembelajaran kita di sekolah. Secara filsafat normatif di sini berkaitan dengan metode dan etik estetik. Jadi guru dapat menggunakan bermacam-macam metode mengajar. Misalnya saintifik, problem based learning, realistik, dll. Dengan adanya metode-metode tersebut diharapkan dapat membelajarkan matematika setiap kategori peserta didik dengan tepat. Metode apa yang tepat digunakan untuk membelajarkan matematika pada anak SD sesuai dengan tahap perkembangannya, metode apa yang tepat untuk membelajarkan matematika untuk anak SMP dan seterusnya. Semua itu dapat kita dapatkan dengan menggunakan referensi-referensi yang ada.
                                                                                                Bersifat rutin (fatal)


 


                                                                                                      Vital


 
                                                                                                 Vital






 


Hermeneutika learning trajectory oleh dirimu masing-masing dalam kebersamaan
3.       Dimensi formal (dokumen resmi)
Dimensi formal disini terdiri dari peraturan yang berlaku dalam bidang pendidikan. Dimulai dari UUD 1945, yang diturunkan ke dalam Undang-Undang. Undang-Undang diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah diturunkan lagi ke dalam Peraturan Menteri. Menteri kemudian membuat kurikulum, dan di dalam kurikulum tersebut terdapat perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, RPP, LKS dan lain-lain. Kesemuanya itu harus kita eksplorasi dan kita kembangkan sendiri agar pembelajaran yang ada di sekolah kita menjadi semakin kaya dan dapat menggali potensi sekolah serta potensi diri siswa. Dengan adanya eksplorasi terhadap perangkat pembelajaran yang ada kita sebagai guru akan menjadi semakin kreatif dalam mengembangkan perangkat pembelajaran yang akan sangat berguna dalam pembelajaran kita di sekolah. Dengan adanya kesemuanya itu kita akan tahu kedudukan kita sebagai guru dan kedudukan murid kita. Dengan   mengetahui kedudukan murid kita sebagai subjek atau pelaku pembelajaran kita sebagai guru akan tahu bagaimana membelajarkan anak didik kita tersebut. Kita tidak akan memaksakan mereka mengetahui pengetahuan seperti pengetahuan yang kita punya sebagai guru, tetapi kita akan membimbing dan memfasilitasi mereka agar membangun sendiri pengetahuannya sebagi bekal hidup mereka ke depannya nanti. Kita bisa mengembangkan semua itu dengan melalui dua cara, yaitu dengan cara mengkaji teori dan praktik.
Mengkaji teori dapat kita lakukan dengan membaca teori-teori tentang pembelajaran, teori tentang perkembangan peserta didik, dll.  Dengan mengkaji teori kita akan mendapatkan berbagai macam masukan tentang bagaimana kita megajar, bagaimana metode pembelajaran yang dapat diterapkan, bagaimana menerapkan metode  tersebut pada tingkatan anak yang berbeda. Bagaimana meningkatkan metode tersebut dengan berbagai macam karakteristik peserta didik kita. Dengan mengkaji teori kita juga akan mendapat banyak hal baru yang bisa kita terpkan tentang bagaimana membelajarkan matematika di sekolah.u belum. Apakah pembelajaran yang kita terpkan menyenangkan bagi anak didik atau tidak. Apakah pembelajaran yang kita berikan sudah sesuai dengan kebutuhan mereka. Apakah dalam membelajarkan matematika perlu menggunakan media pembelajaran, dll.  Apakah pembelajaran yang kita terpkan kepada anak didik kita sudah tepat. Dengan mengkaji teori kita akan menjadi ahli mengembangkan perangkat pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan anak didik kita. Selain dengan mengkaji teori, mengembangkan pembelajaran dapat juga dilakukan dengan cara praktik. Praktik dapat kita bedakan menjadi dua juga, yaitu praktik langsung dan praktik tidak langsung. Praktik langsung kita terapkan kepada anak didik kita, di situ akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan guru begitu seterusnya. Dadri interaksi yang terjadi itu guru akan mendapat pengetahuan dan dapat mengambil kesimpulan bagaimana mengembangkan pembelajaran yang baik, menarik dan bermakna bagi anak didik mereka. Dengan melakukan praktik langsung guru akan dapat menganalisis apakah pembelajaran yang diterapkan sudah pas atau belum. Sedangkan praktik tidak langsung dapat kita lakukan dengan cara micro teaching/simulasi dan dengan melalui melihat video pembelajaran. Praktik tidak langsung dengan simlasi dapat kita lakukan dengan teman-teman guru kita. Dari praktik tersebut kita akan mendapat masukan dari guru lain tentang pembelajaran kita. Apakah sudah sesuai atau belum, apakah masih bisa ditambah atau ada yang harus dikurang dan masukan-masukan lain yang sangat berguna bbagi kita sebagai guru dalam melakukan pembelajaran di kelas. Sedangkan praktik tidak langsung dapat kita lakukan dengan melihat video pembelajaran yang dapat memperkaya pembelajaran kita. Misalnya seperti yang sudah kita lakukan dengan melihat video pembelajaran yang ada di Jepang tentang bagaimana membelajarkan matematika dengan bab perkalian di sekolah. dari video tersebut kita dapat mengambil contoh bagaimana melaksnakan pembelajaran  matematika yang baik. Bagaimana untuk memancing keaktifan siswa. Bagaimana cara yang dilakukan guru untuk membelajarkan pokok bahasan tersebut. Bagaimana media dibuat oleh guru dan dimaksimalkan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan anak dalam pokok bahasan tersebbut. Dengan melihat video pembelajaran yang ada kita dapat melakukan perbandingan dengan cara kita memmbelajarkan anak didik kita. Apakah kita sudah melakukan hal tersebut atau belum. Apakah kita juga membuat media untuk membelajarkan pokok bahasan tersebut. Video pembelajaran dapat kita gunakan untuk merefleksi pembelajaran kita sendiri. Video pembelajaran dapat kita jadikan sarana untuk memperbaiki diri dalam membelajarkan anak didik kita. Dengan melihat video pembelajaran paling tidak kita mempunyai wawasan baru tentang bagaimana membelajarkan siswa. Dengan melihat video pembelajaran kita akan lebih bisa melihat  kedudukan siswa kita sebagai subjek belajar dan bukan objek belajar. Bahwa anak didik kita mungkin memang melakukan kesalahan dan kekeliruan, tetapi memang sperti itulah kedudukan anak didik kita. Jadi kita bisa mengatakan jika anak didik kita keliru maka hal itulah yang  benar.

4.       Dimensi material (menurut konteks dan kontennya)
Dimensi material terjadi sesuai dengan ruang dan waktu. Terdiri dari perangkat pembelajaran, lingkungan (budaya), dan  fisik (artefak). Perangkat pembelajaran harus digali melalui penelitian. Penelitian yang dilakukan bisa dilakukan melalui study kasus, ataupun melalui PTK. Selain itu  perangkat pembelajaran dapat kita gali melalui data, fenomena, dan pengalaman guru dalam menerapkan pembelajaran di sekolah masing-masing. Data dapat kita peroleh dari anak didik kita melalui  pembelajaran yang kita lakukan. Fenomena-fenomena
Setinggi- tingginya ilmu adalah sopan dan santun kepada ruang dan waktu. Tetapi jarang ada orang yang bisa mencapainya karena keterbatasan manusia sebagai makhluk yang sempurna. Sebenar-benarnya hidup adalah kesempurnaan di dalam ketidaksempurnaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar